biografi singkat sutan sjahrir

Blogtokohpedia – Biografi Singkat Sutan Sjahrir; Kali ini mari kita bahas seorang yang memiliki peran cukup penting bagi Republik Indonesia.

Ia adalah seorang perintis, intelektual dan revolusioner dari kemerdekaan Indonesia, Sutan Sjahrir (variasi penulisan nama beliau: Sutan Syahrir, Soetan Sjahrir).

Setelah Indonesia memasuki masa kemerdekaan, beliau menjadi seorang politikus sekaligus menjadi perdana menteri pertama di Indonesia (14 November 1945 – 20 Juni 1947).

Di tahun 1948, Sutan Sjahrir mendirikan suatu Partai yang ia namai Partai Sosialis Indonesia. Sutan Sjahrir meninggal saat menjadi seorang tawanan politik (pengasingan) dan dimakamkan di TMP Kalibata, Jakarta.

Beliau ditetapkan menjadi seorang Pahlawan Nasional Indonesia pada tanggal 9 April 1966 dalam Keppres No. 76 tahun 1966.

Biografi Singkat; Masa Kecil Sutan Sjahrir

Sutan Sjahrir lahir dari sepasang suami istri yang bernama Mohammad Rasad (gelar Maharaja Soetan bin Leman dan Soetan Palindih Koto Gadang) dan Puti Siti Rabiah.

Ayahnya berasal dari kota Agam, Sumatra Barat dan Ibunya berasal dari negari Natal, Mandailing Natal, Sumatra Utara.

Selain itu, ayahnya juga menjabat sebagai seorang penasihat sultan Deli sekaligus kepala jaksa (landraad) di Medan.

Sutan Sjahrir memiliki saudara seayah dengan seorang aktivis dan wartawati pertama di Indonesia yang terkenal, Rohana Kudus.

Selain itu, Sjahrir juga memiliki saudara kandung yang bernama Sutan Sjahsam (seorang makelar saham pribumi yang paling berpengalaman pada saat itu).

Tidak hanya Sutan Sjahsam, namun Sutan Sjahrir juga memiliki saudara kandung yang bernama Sutan Noeralamsjah.

Sutan Noeralamsjah menjabat sebagai seorang jaksa sekaligus politikus dari Partai Indonesia Raya (Parindra).

Pendidikan dari Sutan Sjahrir

Sutan Sjahrir bersekolah dasar di ELS dan melanjutkannya ke sekolah menengah di MULO yang merupakan sekolah terbaik di Medan.

Dengan demikian, buku-buku asing dan ratusan novel Belanda sudah pasti menjadi santapannya sehari-hari. Di malam harinya, beliau mengamen di Hotel De Boer (kini bernama Hotel Natour Dharma Deli, hotel khusus untuk tamu berkebangsaan Eropa).

Di tahun 1926, Sutan Sjahrir menamatkan pendidikannya di MULO. Ia kemudian melanjutkan pendidikannya ke jenjang di sekolah lanjutan atas (AMS) di kota Bandung.

Disana, ia bergabung dengan Himpunan Teater Mahasiswa Indonesia (Batovis). Di sana ia menjadi seorang penulis skenario, aktor dan juga sutradara.

Hasil dari yang ia pentaskan itulah yang ia gunakan untuk membiayai sekolah yang mulai ia dirikan, Tjahja Volksuniversiteit (Cahaya Universitas Rakyat).

Di lingkungan sekolah menengah atas (AMS) Bandung, Sjahrir bak seorang bintang. Ia bukanlah seorang yang hanya bisa menyibukkan dirinya tenggelam ke dalam buku-buku pelajaran dan berbagai pekerjaan rumah.

Diluar itu semua, ia selalu aktif dalam berbagai klub debat dan berperan dalam aksi melek huruf (pendidikan gratis bagi berbagai anak yang kurang mampu) dalam Tjahja Volksuniversiteit.

Biografi Singkat; Sutan Sjahrir Terjun ke Dunia Politik

Karena aksi sosial yang ia mulai itulah yang kemudian semakin membawanya ke ranah politik dan menjadi seorang politikus.

Saat para pemuda masih saja terikat dengan berbagai perhimpunan yang bersifat kedaerahan, di tanggal 20 Februari 1927, Sjahrir menjadi salah satu dari sepuluh pendiri perhimpunan pemuda nasionalis, Jong Indonesië.

Perhimpunan Pemuda itulah yang kemudian menjadi cikal bakal Pemuda Indonesia dan dikemudian hari menjadi motor penggerak Kongres Pemuda Indonesia.

Kongres Pemuda Indonesia adalah sebuah kongres monumental yang nantinya melahirkan cetusan Sumpah Pemuda di tahun 1928.

Sutan Sjahrir sudah terkenal dikalangan polisi Bandung pada waktu itu, sebagai seorang kepala redaksi majalah Himpunan Pemuda Nasionalis (berstatus siswa sekolah menengah).

Di dalam ingatan dari seorang sejawatnya di AMS, Sjahrir terkenal sering kabur dari polisi. Hal itu terjadi karena ia membandel untuk membaca koran yang berisi pemberontakan PKI tahun 1926.

Pada waktu itu, koran masih sering di tempel pada papan dan selalu dijaga oleh para polisi agar tidak terbaca atau dibaca oleh para pelajar sekolah.

Semakin Tergerak Jiwa Nasionalis dari Sutan Sjahrir

Setelah lulus di AMS, Sjahrir meneruskan pendidikannya ke sebuah Fakultas Hukum di Belanda, Universitas Amsterdam.

Disanalah ia belajar mendalami sosialisme. Ia bersungguh-sungguh dalam belajar sosialisme beserta dengan teori-teorinya.

Sjahrir berteman akrab dengan Salomon Tas, seorang Ketua Klub Mahasiswa Sosial Demokrat. Ia juga bertemu dengan istrinya di sana, Maria Duchateau, meskipun usia pernikahan itu hanya secara singkat.

Di dalam tulisan kenangan yang dibuat oleh Salomon Tas, ia menceritakan bahwa Sjahrir mencari berbagai teman radikal.

Ia juga telah berkelana ke berbagai tempat, sampai ke kalangan anarkis yang mengharamkan semua hal yang berbau kapitalisme.

Di sana Sjahrir bertahan hidup secara kolektif – mereka saling berbagi semua hal satu sama lain, kecuali sikat gigi. Ia lakukan itu untuk mengenal dunia proletar dan organisasi yang ia gerakkan.

Selain itu, Sjahrir pun diketahui bekerja pada Sekretariat Federasi Buruh Transportasi Internasional di Belanda. Ia benar-benar menyelam kedalam dunia sosialisme.

Tidak hanya itu, Sjahrir juga dikenal aktif dalam organisasi Perhimpunan Indonesia (PI) yang saat itu di pimpin oleh Moh. Hatta.

Pemerintahan Hindia-Belanda semakin keji terhadap pergerakan nasionalis yang dilakukan para pemuda Indonesia. Mereka merazia dan memenjarakan para pemimpin pergerakan yang ada ditanah air.

Akibat tindakan-tindakan yang anarkis tersebut, pada awal tahun 1930, para aktivis-aktivis Partai Nasional Indonesia (PNI) membubarkan diri.

Mendengar berita pembubaran tersebut, para aktivis PI yang ada di Belanda ikut merasakan khawatir. Mereka menyerukan bahwa pergerakan ini tidak boleh jadi melempem hanya karena para pemimpinnya dipenjara.

Seruan-seruan itu mereka lancarkan lewat tulisan. Bersama dengan Bung Hatta, mereka berdua rajin menulis Daulat Rakjat.

Daulat Rakjat adalah sebuah majalah milik Pendidikan Nasional Indonesia. Tujuannya adalah untuk menjadikan pendidikan rakyat tugas utama dari para pemimpin politik.

Pertama-tama, marilah kita mendidik, yaitu untuk memetakan jalan menuju kemerdekaan negara kita,” katanya.

Sutan Sjahrir Kembali Ke Tanah Air

Di akhir tahun 1931, Sjahrir memutuskan untuk meninggalkan pendidikannya untuk kembali ke tanah air. Ia kembali ke tanah air untuk bergabung dengan organisasi pergerakan nasional.

Pada bulan Agustus tahun 1932, Hatta kemudian menyusul untuk kembali ke tanah air, bersama dengan Hatta, Sjahrir mengemudikan PNI Baru. Bersama dengan Hatta ia melahirkan berbagai kader pergerakan nasional.

Berdasarkan pengakuan dari pemerintahan Belanda saat itu, Hatta dan Sjahrir dalam PNI Baru memberikan pergerakan yang lebih radikal.

Hal itu dibandingkan dengan pergerakan PNI yang dilakukan oleh Soekarno yang hanya dapat mengandalkan mobilisasi para massa pemuda tanah air.

PNI Baru, diakui oleh pemerintahan Belanda cukup sebanding dengan berbagai organisasi Barat pada masa itu. Meskipun mereka tidak menggunakan aksi massa dan agitasi, secara cerdas mereka melakukannya dengan perlahan namun pasti.

PNI Baru mendidik para kadernya agar dapat siap dan perlahan-lahan bergerak menuju ke arah revolusioner kemerdekaan tanah air.

Pengalamannya didalam dunia proletar di luar negeri, ia praktikkan di tanah air. Sjahrir terjun ke dalam organisasi perburuhan.

Ia banyak memuat berbagai tulisan tentang buruk dalam majalah Daulat Rakyat. Tidak hanya itu, ia juga aktif dalam pembicaraan tentang hal perburuhan di berbagai forum politik.

Sjahrir kemudian diangkat menjadi Ketua Kongres Kaum Buruh Indonesia pada Mei tahun 1933. Pemerintahan kolonial pada waktu itu cukup ketar ketir dengan organisasi PNI Baru.

Mereka takut akan adanya potensi revolusioner yang dibawa oleh PNI Baru. pada bulan Februari 1934, pemerintahan Belanda memerintahkan untuk menangkap Sjahrir, Hatta dan beberapa orang pemimpin PNI Baru.

Mereka memenjarakan para pemimpin PNI baru tersebut dan mengasingkan mereka ke Boven-Digoel, Papua Selatan.

Setelah hampir setahun berada di dalam kawasan yang rentan penyakit malaria tersebut itu, Hatta dan Sjahrir dibawa ke Banda Neira. Selama enam tahun lamanya mereka menjalani masa pembuangan tersebut.

Siapakah Agnes Ann Luisa?
Hobi membaca Cerita Horror?
Atau suka membaca Berita Viral?