biografi singkat douwes dekker

Blogtokohpedia – Biografi Ernest Douwes Dekker; Douwes Dekker memiliki nama lengkap Dr. Ernest François Eugène Douwes Dekker, atau yang biasa disebut dengan nama Danudirdja Setiabudi atau Multatuli.

Douwes Dekker adalah salah seorang tokoh pejuang dari kemerdekaan Republik Indonesia dan juga merupakan pahlawan nasional Indonesia.

Beliau merupakan salah seorang peletak dasar nasionalisme yang ada di Indonesia pada abad ke-20. Douwes Dekker adalah penulis yang kritis akan kebijakan pemerintah Hindia Belanda, aktivis politik, dan wartawan.

Beliau juga orang yang menggagas nama Nusantara untuk dipakai setelah Hindia Belanda merdeka. Dekker juga merupakan salah satu tokoh yang dikenal sebagai ‘Tiga Serangkai‘.

Bersama dengan Dr. Tjipto Mangoenkoesoemo dan Ki Hajar Dewantara (Soewardi Soerjaningrat atau Suwardi Suryaningrat), ‘Tiga Serangkai’ dengan gigih memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dari tangan Pemerintah Belanda.

Awal Kehidupan Ernest Douwes Dekker

Ernest Douwes Dekker lahir di kota Pasuruan, Jawa Timur pada tanggal 8 Oktober 1879. Sesuai dengan catatan yang tertulis di dalam biografi atau riwayat hidup singkat beliau di Univ. Zurich, September 1913.

Lahir dari pasangan yang memiliki darah Belanda, Auguste Henri Eduard Douwes Dekker, yang berprofesi sebagai agen bank Nederlandsch Indisch Escomptobank.

Dan ibu Douwes Dekker bernama Louisa Neumann (lahir dari pasangan Jawa-Jerman) seorang keturunan darah Jerman yang lahir di Pekalongan, Jawa Tengah.

Danudirdja Setiabudi adalah anak urutan ketiga dari total empat bersaudara. Keluarganya sering tinggal dengan berpindah-pindah tempat.

Contohnya Adeline (1876) dan Julius (1878) saat keluarganya sedang berada di Surabaya, sedangkan adiknya Meester Cornelis lahir di Batavia (Jatinegara, Jakarta Timur tahun 1883). Setelah itu keluarganya pindah lagi ke daerah Pegangsaan, Jakarta Pusat.

Biografi ; Kehidupan Pernikahan Ernest Douwes Dekker

Ernest Douwes Dekker diketahui menikah dengan Clara Charlotte Deije pada tahun 1903, seorang putri dokter yang merupakan keturunan Jerman-Belanda.

Pernikahan ini kandas di tahun 1919, mereka dikaruniai dengan lima anak. Namun, kedua anak laki-lakinya meninggal pada waktu masih bayi. Tiga orang yang tersisa hanya anak perempuan.

Setelah itu Ernest Douwes Dekker menikah lagi dengan Johanna Petronella Mossel pada tahun 1927, seorang wanita keturunan Yahudi.

Johanna adalah seorang guru yang telah banyak membantu kesekretariatan sekolah Ksatrian Instituut, sebuah sekolah yang didirikan oleh Douwes Dekker. Dari pernikahannya yang kedua ini, mereka tidak dikaruniai keturunan.

Pasangan ini harus berpisah saat Ernest Douwes Dekker dibuang ke Suriname pada tahun 1941. Setelah itu Johanna disarankan untuk berlindung kepada Djafar Kartodiredjo (sebelumnya dikenal dengan nama Arthur Kolmus) agar tidak tertangkap oleh pasukan Jepang.

Djafar Kartodiredjo adalah seorang guru di Ksatrian Instituut juga. Namun keduanya ternyata menikah pada tahun 1942, kemungkinan besar hal ini tidak diketahui oleh Douwes Dekker karena statusnya belum resmi bercerai.

Douwes Dekker akhirnya berhasil kabur dari Suriname dan menetap sementara di Belanda (1946). Di sana ia sempat dekat dengan pengasuhnya, Nelly Alberta Geertzema née Kruymel.

Nelly adalah seorang janda beranak satu yang juga ternyata orang Indonesia keturunan Belanda. Nelly membantu Douwes Dekker kembali ke tanah air dengan menggunakan nama samaran guna tidak tertangkap intel Belanda.

Setelah mengetahui bahwa Johanna telah menikah dengan Djafar, pada tahun 1947 Douwes Dekker menikahi Nelly. Ia kemudian menggunakan nama Danoedirdja Setiaboedhi dan Nelly memakai nama Haroemi Wanasita.

Kedua nama tersebut adalah usulan dari Ir. Soekarno. Setelah Douwes Dekker meninggal di tahun 1950, Nelly atau Haroemi kembali menikah dengan Wayne E. Evans dan pergi ke Amerika Serikat.

Biografi ; Perjalanan Hidup Douwes Dekker

Pendidikan dari Ernest Douwes Dekker pertama kali diawali dari kota Pasuruan.Setelah tamat ia melanjutkan ke HBS di kota Surabaya.

Namun tidak lama bersekolah di sana, ia dipindahkan oleh kedua orangtuanya ke sekolah elit di Batavia, Gymnasium Koning Willem III School.

Setelah lulus dari sana, ia kemudian diterima bekerja pada sebuah kebun kopi di wilayah kota Malang, Jawa Timur. Di sanalah ia melihat dengan mata kepalanya sendiri bagaimana perlakuan semena-mena yang dialami oleh para pekerja pribumi di kebun kopi tersebut.

Douwes Dekker tidak bisa tinggal diam, dan kemudian membela para pekerja kebun kopi tersebut. Tindakannya itu membuatnya dimusuhi oleh para pengawas kebun yang lainnya.

Yang pada akhirnya berbuntut ia berkonflik dengan manajernya, dan pada akhirnya ia dipindahkan ke lahan perkebunan tebu. Sayangnya, hanya sebentar saja ia bekerja di sana.

Ia kembali meributkan masalah pembagian irigasi diantara perkebunan tebu dengan para petani padi yang ada di wilayah tersebut, yang berujung pemecatan atas dirinya.

Ikut Berperang Melawan Inggris

Setelah ia dipecat dan menjadi seorang pengangguran, ibunya meninggal dunia. Kematian dari ibunya menyebabkan Douwes Dekker menderita depresi.

Lalu ia pergi meninggalkan Hindia Belanda. Ia pergi ke Afrika Selatan, dimana ia menerima tawaran dari pemerintah Hindia Belanda agar ia ikut berperang melawan Inggris di tahun 1899 dalam perang Boer.

Ia sempat menjadi warga negara di Afrika Selatan dan juga membawa beberapa saudaranya menyusul ke Afrika Selatan. Namun tidak lama kemudian ia akhirnya ditangkap dan di penjara di Afrika Selatan.

Ia sempat berkenalan dengan seorang sastrawan asal India, yang dimana membuka pandangan dirinya terhadap perlakuan dari pemerintah Belanda terhadap masyarakat pribumi pada waktu itu.

Di tahun 1902 Douwes Dekker kembali ke Hindia Belanda (Republik Indonesia). Sesampainya di tanah air, ia bekerja sebagai seorang wartawan di harian surat kabar De Locomotief.

Menjadi Target Intel Pemerintah Belanda

Douwes Dekker dikenal sebagai seorang jurnalis yang ahli dalam membuat laporan tentang peperangan. Selama ia menjadi seorang wartawan, dia banyak mengangkat berita kelaparan di wilayah Indramayu.

Tulisan-tulisannya banyak mengkritik tentang kebijakan pemerintahan kolonial Belanda pada masa itu. Apalagi saat beliau menjadi staff di majalah Bataviaasch Nieuwsblad tahun 1907.

Tulisannya dengan terang-terangan membela pihak pribumi dan terus mengkritik pemerintahan Belanda. Salah satu tulisannya yang paling terkenal adalah:

Hoe kan Holland het spoedigst zijn koloniën verliezen?” yang artinya adalah “Bagaimana caranya menghilangkan jajahan Belanda secepat mungkin?”.

Tindakannya tersebut membuatnya menjadi target dari intel pemerintah Belanda. Beliau memberikan tempat tinggalnya untuk menjadi tempat perkumpulan bagi kaum pergerakan dimasa itu.

Beliau melihat diskriminasi yang diberlakukan oleh pemerintahan Belanda terhadap masyarakat pribumi, terutama pada bidang pemerintahan.

Yang dimana banyak posisi penting di pemerintahan Hindia Belanda ditempati oleh warga Eropa, sementara warga pribumi hanya menduduki posisi rendahan.

Ernest Douwes Dekker lalu memberikan gagasan tentang sebuah pemerintahan Hindia Belanda yang mandiri dan dijalankan sendiri oleh masyarakat pribumi asli.

Biografi; Ernest Douwes Dekker Mendirikan Indische Partij

Gagasan tersebut ia sampaikan pada organisasi Idische Bond dan Insulinde. Memang ide itu disambut hangat, namun hanya beberapa orang saja yang menyambut gagasan tersebut.

Bertepatan pada hari natal atau 25 Desember 1912, Tiga Serangkai (Douwes Dekker, Cipto Mangunkusumi dan Ki Hajar Dewantara) mendirikan sebuah organisasi partai politik, Indische Partij.

Dengan waktu yang tidak lama, organisasi politik itu sudah mengumpulkan anggota sampai 5.000 orang, dan sangat terkenal dikalangan masyarakat pribumi di Indonesia.

Perkembangan Indische Partij sebagai parpol nasional Indonesia yang pertama terbilang sangatlah pesat, hal itu membuat pemerintah Belanda was-was dan terus memantau gerak gerik dari partai tersebut.

Ada yang menuduh bahwa organisasi yang didirikan oleh Tiga Serangkai itu bresifat anti-kolonialisme dan memiliki tujuan agar Indonesia terlepas dari tangan jajahan Belanda.

Semakin tinggi pohon maka semakin besar pula anginnya, hal itu juga terjadi pada wadah organisasi Indische Partij. Pada tahun 1913, organisasi itu akhirnya dibubarkan oleh pemerintah Belanda.

Sementara para pendirinya (Tiga Serangkai), Douwes Dekker, Ki Hajar Dewantara dan Cipto Mangun Kusumo ditangkap dan diasingkan.

Biografi; Ernest Douwes Dekker Diasingkan ke Eropa

Douwes Dekker diasingkan ke benua Eropa. Selama di Eropa ia tinggal dengan keluarganya dan memilih untuk melanjutkan pendidikannya dalam bidang ekonomi (doktor) di Univ. Zurich, Swiss.

Ia sempat terlibat dalam konspirasi yang dilakukan oleh kaum revolusi India, dan ia ditangkap serta diadili di Hongkong. Di tahun 1918 beliau juga pernah ditangkap dan dipenjara selama dua tahun di Singapura.

Setelah bebas dari Singapura, ia akhirnya kembali ke tanah air. Di Hindia Belanda, beliau kembali aktif dalam dunia jurnalistik. Tulisan-tulisannya kembali menyindir kaum pemerintah Belanda di tanah air.

Pada saat itu juga Douwes Dekker mendirikan partai baru pengganti Indische Partij yang bernama Nationaal Indische Partij. Namun partai tersebut tidak diakui pemerintah Belanda.

Beliau sempat dituduh terlibat dalam peristiwa kerusuhan petani kebun tembakau Pulonharjo, Klaten. Namun pada saat dipengadilan, ia kembali dibebaskan karena terbukti tidak bersalah.

Baru saja terlepas dari tuduhan itu, ia kembali dituduh menulis hasutan-hasutan dan melindungi redaktur surat kabar yang menuliskan komentar tajam tentang pemerintah Belanda. Setelah diadili, ia dinyatakan tidak bersalah dan kembali dibebaskan.

Terjun Ke Dunia Pendidikan

Akibat banyaknya fitnah terhadapnya di dunia jurnalistik, memaksanya untuk meninggalkan dunia tersebut, dan mulai melakukan penulisan terhadap buku semi ilmiah.

Atas saran dari Ki Hajar Dewantara (Suwardi Suryaningrat), Douwes Dekker akhirnya terjun ke dalam dunia pendidikan, beliau mendirikan Ksatrian Instituut (Sekarang bernama SMPN 1 Bandung) di kota Bandung.

Sekolah yang didirikannya lebih fokus terhadap sejarah yang berasal dari Indonesia sampai ke mancanegara. Namun, tetap saja fitnah masih tetap datang kepadanya.

Pelajaran yang diajarkan di Ksatrian Instituut dituduh anti-kolonialisme dan pro terhadap negara Jepang. Di tahun 1933, buku-buku karangan dari Douwes Dekker banyak dijarah dan dibakar oleh pemerintah Belanda.

Tidak sampai di situ, dari jaman pemerintah Belanda ia dilarang untuk mengajar dan pada saat memasuki masa penjajahan Jepang, ia masih tetap dilarang untuk mengajar.

Larangannya untuk mengajar membuat dirinya bekerja pada sebuah kantor Kamar Dagang Jepang di Batavia (Jakarta). Di sana ia akrab dengan Mohammad Husni Thamrin.

Dibuang Dan Dianggap Komunis

Adanya serangan Jerman ke Eropa banyak membuat orang Eropa yang ditangkap (termasuk Douwes Dekker) dan dituduh sebagai kaum komunis.

Di tahun 1941, Douwes Dekker dibuang ke Suriname. Di sana ia tinggal di kamp Jodensavanne, kamp dimana banyak orang Yahudi.

Saat di kamp tersebut, kehidupan beliau sangat memprihatinkan. Bahkan saat berumur 60 tahun, ia diketahui sempat kehilangan penglihatannya dan kehidupannya sangat tertekan.

Setelah ia sempat kabur dari Suriname, di sana lah ia bertemu dengan Nelly, seorang wanita yang kelak menjadi istri ke-tiganya.

Setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya, Douwes Dekker kembali ke Indonesia dan selama 9 bulan ia mengisi posisi penting sebagai seorang Menteri Negara di Kabinet Sjahrir III.

Selain itu beliau sempat menjadi seorang delegasi negosiasi dengan pemerintah Belanda dan seorang pengajar di Akademi Ilmu Politik serta kepala seksi penulisan sejarah yang berada dibawah naungan Kementrian Penerangan pada waktu itu.

Pada tanggal 21 Desember 1948, ketika Agresi Militer Belanda II pecah di Indonesia, Douwes Dekker ditangkap dan diinterogasi oleh Belanda, setelah itu ia dikirimkan ke Jakarta.

Biografi; Masa Tua Ernest Douwes Dekker

Karena kondisi fisiknya yang sudah tua renta dan ringkih, ia berjanji untuk tidak akan pernah terjun kembali ke dunia politik. Douwes Dekker kemudian dibebaskan dan tinggal di Bandung, Lembangweg (sekarang bernama Jalan Setiabudi).

Setelah pensiun dari dunia politik, ia kembali ke dunia pendidikan di Ksatriaan Instituut yang sebelumnya pernah ia dirikan. Kegiatannya hanya mengisi autobiografinya sendiri dan banyak merevisi buku-buku sejarah yang sebelumnya pernah ia tulis.

Ernest Douwes Dekker pada akhirnya menghembuskan nafas terakhirnya di tanggal 28 Agustus 1950, beliau kemudian dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Cikutra, di Bandung.

Untuk menghormati jasa-jasanya, namanya yang lebih dikenal dengan nama ‘Setiabudi’ kemudian diabadikan sebagai nama jalan di kota Bandung dan suatu tempat di kota Jakarta.

Tidak hanya itu, pada tanggal 9 November 1961, Pemerintah Indonesia melalui keputusan Presiden Soekarno mengeluarkan Kepres No. 590 tahun 1961, tentang penetapan Ernest Douwes Dekker (Danurdirja Setiabudi) sebagai salah satu tokoh Pahlawan Nasional Indonesia.

Siapakah Agnes Ann Luisa?
Love, Hate, and Redemption
Hobi membaca Cerita Horror?
Atau suka membaca Berita Viral?