biografi singkat Tjipto Mangoenkoesoemo

Blogtokohpedia – Biografi Singkat Tjipto Mangoenkoesoemo; Tjipto Mangoenkoesoemo atau biasa dikenal sebagai Dr. Cipto Mangunkusumo adalah seorang tokoh pergerakan nasional kemerdekaan Indonesia.

Tjipto Mangunkusumo bersama Ernest Douwes Dekker dan Ki Hajar Dewantara lebih dikenal dengan sebutan ‘Tiga Serangkai’. Pada kala itu mereka terkenal karena banyak dan sering menyebarkan ide untuk Indonesia memiliki pemerintahan mandiri kala itu.

Mereka juga dikenal sebagai sosok yang kritis dan sering memberikan kritikan pedas terhadap pemerintahan dari Hindia Belanda.

Dr. Tjipto Mangoenkoesoemo adalah tokoh pending di dalam Indische Partij, sebuah organisasi politik yang dikenal pertama kali menyuarakan ide pembentukan suatu pemerintahan sendiri.

Pemerintahan yang dimaksud adalah sebuah pemerintahan yang didasarkan pada suara para penduduk setempat, bukan oleh keputusan dari penjajah Belanda.
Di tahun 1913 ia bersama dengan dua rekannya diasingkan oleh pemerintah Belanda karena tulisan-tulisan dan aktivitasnya di dunia politik, ia kembali di tahun 1917.

Berbeda dengan kedua orang rekannya di ‘Tiga Serangkai’ yang memutuskan untuk menempuh jalur pendidikan, Cipto tetap berkecimpung di dunia politik.

Pada kala itu ia memutuskan untuk bergabung menjadi angota Volksraad. Karena sikapnya yang radikal, pada tahun 1927 ia kemudian dibuang oleh pemerindahan kolonial ke Banda.

Biografi Singkat; Perjalanan Hidup Tjipto Mangoenkoesoemo

Dokter Tjipto Mangoenkoesoemo lahir pada tanggal 4 Maret 1886 di sebuah desa yang bernama Pecagakan, Jepara. Ia adalah putra paling tua dari Mangoenkoesoemo, seorang priyayi rendahan dalam kasta di masyarakat Jawa.

Sedangkan ibunya adalah seorang keturunan dari tuan tanah asal Mayong, Jepara. Pekerjaan awal ayahnya adalah sebagai seorang guru bahasa Melayu di sebuah sekolah dasar di Ambarawa.

Setelah itu ayahnya naik menjadi seorang kepala sekolah di sebuah sekolah dasar kota Semarang, dan ia melanjutkan kariernya sebagai seorang pembantu administrasi di Dewan Kota Semarang.

Saat mengenyam pendidikan di STOVIA (School tot Opleiding van Indische Artsen, sekolah kedokteran untuk pribumi di masa pemerintahan Belanda).

Di sana Cipto Mangunkusumo telah memperlihatkan pribadinya yang baik, seperti jujur, toleran, rajin belajar dan mau membantu sesama.

Kebanyakan waktu luangnya dihabiskan dengan kegiatan yang positif, contohnya saja seperti membaca buku untuk mendapatkan informasi terbaru.

Seorang Pribadi yang Kritis Terhadap Pemerintahan Belanda

banyak diantara berbagai peraturan sekolahnya yang kurang sesuai dengan pemikirannya. Contohnya saja seperti pakaian yang harus dikenakan di sekolah.

Di sekolah itu mengharuskan penduduk pribumi non kristen yang memiliki kasta rendah untuk menggunakan pakaian adat daerahnya.

Hal ini menyebabkan rasa kurang hormatnya masyarakat terhadap saudara bangsanya sendiri. Ini adalah salah satu cara feodal yang ditanamkan oleh para penjajah Belanda pada jaman dahulu.

Selain itu, kondisi di masyarakat lainnya yang ditentang keras oleh Cipto Mangunkusumo adalah adanya diskriminasi pada ras. Contohnya saja dalam perbedaan gaji antara pekerja Eropa yang jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan pekerja Pribumi, padahal dengan pekerjaan yang sama.

Contoh lainnya adalah jika di dalam bidang pemerintahan, ekonomi, politik dan sosial, keturunan pribumi sangatlah susah untuk dapat menduduki posisi yang lebih tinggi.

Biografi Singkat; Tjipto Mangoenkoesoemo Mengkritik Pedas Pemerintahan Belanda

Semua hal yang tidak ia sukai tersebut dituangkannya ke sebuah surat harian kolonial belanda yang pada saat itu. Surat Harian itu adalah Bataviaasch Nieuwsblad dan de Locomotief.

Dr. Cipto Mangunkusumo telah menjadi seorang penulis di de Locomotief semenjak tahun 1907. Di sana ia terus mengkritik hubungan feodal atau pun kolonial yang pada masa itu dianggap sebagai sumber dari kesengsaraan rakyat pribumi.

Rakyat kelas bawah sangatlah terbatas ruang gerak dan aktivitasnya, karena banyak kesempatan yang selau ditutup untuk mereka. Akibat dari kritikan pedas tersebut, ia sudah sangat sering ditegur oleh pemerintahan Belanda.

Demi mempertahankan kebebasannya untuk berpendapat, ia rela keluar dari dinas pemerintahan. Konsekuensi yang harus ia tanggung adalah bersedia mengembalikan uang kepada ikatan dinasnya dengan jumlah yang tidak sedikit di masa itu.

Biografi Singkat; Tjipto Mangoenkoesoemo Bersikap Radikal

Selain berbentuk tulisan, sikap radikalnya juga ditunjukkan dengan meluncurkan berbagai protes sambil bertingkah melawan arus.

Misalnya saja dengan memasuki sociteit untuk bangsa Indonesia tidak diperdulikannya. Dengan menggunakan pakaian adat, yaitu kain batik dan jas lurik, ia masuk ke sebuah sociteit yang berisikan bangsa Eropa.

Ia duduk dengan menjulurkan kakinya, hal inilah yang mengundang kegaduhan di sociteit. Seorang penjaga (opas) saat itu mencoba untuk mengusirnya keluar dari gedung itu.

Namun hal yang dilakukannya justru memaki-maki opas dan orang disekitarnya dengan lantang dengan menggunakan bahasa Belanda yang fasih justru membuat orang Eropa di sana terkejut.

Tjipto Mangoenkoesoemo dan Budi Utomo

Pada 20 Mei 1908 Budi Utomo dibentuk, meskipun ia sempat diangkat sebagai salah seorang pengurus dari Budi Utomo. Namun hal tersebut tidaklah berlangsung lama, beliau akhirnya mengundurkan diri karena Budi Utomo dianggap tidak sanggup untuk mewakili aspirasinya.

Setelah Cipto Mangunkusumo meninggalkan Budi Utomo, memang tidak ada lagi perdebatan didalam intern-nya, tapi Budi Utomo sangat kehilangan kekuatannya secara progresif.

Tjipto Mangoenkoesoemo dan Indische Partij

Setelah beliau keluar dari Budi Utomo, ia membuka praktik dokter di kota Solo. Selama itu, beliau tidak meninggalkan dunia politik.

Di berbagai sela kesibukannya melayani para pasien, ia mendirikan RA Kartini Klub yang memiliki misi untuk memperbaiki nasib masyarakat pibumi.

Ketertarikannya di dalam dunia politik semakin menjadi-jadi setelah ia bertemu dengan Ernest Douwes Dekker sedang meneriakkan propoganda untuk mendirikan sebuah organisasi Indische Partij.

Beliau melihat sosok Douwes Dekker pada saat itu adalah sebagai seorang kawan seperjuangannya. Kerjasamanya dengan Douwes Dekker memberikannya kesempatan untuk mewujudkan cita-citanya, yaitu gerakan politik untuk seluruh rakyat Hindia Belanda.

Baginya, Indische Partij adalah sebuah wadah mulia yang mewakili berbagai kepentingan dari seluruh penduduk di Hindia Belanda, tidak melihat suku, agama, atau pun golongan mana saja.

Tjipto Mangoenkoesoemo dan Isunlinde

Pada tahun 1913, pengadilan pemerintah Belanda memutuskan bahwa Tiga Serangkai pendiri dari Indische Partij divonis bersalah karena sudah menentang pemerintahan Belanda yang sah. Mereka bertiga lalu dibuang ke Belanda.

Pada tahun 1914, karena adanya masalah kesehatan, beliau diperbolehkan kembali ke Jawa. Semenjak saat itu ia bergabung dengan Insulinde, sebuah organisasi yang mengganti peran Indische Partij.

Beliau menjadi salah satu pengurus di Insulinde, terutama pada wilayah pesisir utara di pulau Jawa. Propogandanya di Insulinde ia jalankan melalui sebuah majalah Indsulinde yang bernama Goentoer Bergerak.

Tidak hanya itu saja, ia juga menulis di surat kabar yang berbahasa Belanda De Beweging, surat kabar Pahlawan, serta surat Kabar Majapahit.

Kisah Cinta Tjipto Mangoenkoesoemo

Kisah cinta beda agama yang telah menghiasi kalangan menengah di masyarakat pribumi telah menjadi cerita yang menghiasi Hindia Belanda di awal abad ke-19.

Salah satunya adalah kisah cinta dari dokter Tjipto Mangoenkoesoemo yang menikah dengan perempuan beda agama, Marie Vogel pada tahun 1920.

Maria Vogel diketahui adalah seorang wanita pengusaha batik keturunan Belanda, yang juga merupakan salah satu anggota dari organisasi Insulinde.

Setelah menikah dengan Tjipto Mangoenkoesoemo, Maria Vogel kemudian menjadi mualaf dan memeluk agama Islam. Maria Vogel berganti nama jadi Siti Aminah.

Siti Aminah alias Maria Vogel diketahui mendampingi Tjipto Mangoenkoesoemo hingga akhir hayatnya. Tjipto Mangoenkoesoemo meninggal pada tanggal 8 Maret 1943.

Makam dari Tjipto Mangoenkoesoemo letaknya berdampingan dengan makam dari Siti Aminah di TPU Watu Ceper, Kel. Kupang, Kec. Ambarawa, Jawa Tengah.

Selain perkawinan beda agama, banyak dari tokoh pergerakan juga melakukan perkawinan silang budaya. Contohnya saja perkawinan antara orang Jawa yang menikah dengan orang Makassar.

Tanpa disadari, dengan adanya perkawinan inilah yang semakin memperkuat bangsa Indonesia. Perkawinan ini marak dilakukan dan menjadi senjata revolusi bangsa (1945-1949).

Tjipto Mangoenkoesoemo Diasingkan

Melihat perilaku Cipto Mangunkusumo yang begitu radikal, pemerintahan dari Hindia Belanda menganggapnya sebagai seseorang yang sangatlah berbahaya.

Sampai pada akhirnya Dewan Hindia Belanda (Raad van Nederlandsch Indie) tanggal 15 Oktober 1920 menghasut Gubernur Jenderal untuk mengasingkan Cipto ke sebuah daerah yang tidak menggunakan bahasa Jawa.

Namun hal itu justru berbalik, kenyataannya pembuangan Cipto ke daerah Madura, Aceh, Jambi, Palembang dan Kalimantan Timur tetap dianggap membahayakan Pemerintah Belanda.

Oleh karena itu, didasarkan dari surat keputusan Gubernur Jenderal yang mengusulkan untuk pengasingan Cipto ke Kepulauan Timor.

Tjipto Mangoenkoesoemo dan Soekarno

Namun, di tahun itu juga akhirnya Cipto di asingkan ke daerah yang masih di Pulau Jawa namun tidak menggunakan Bahasa Jawa, yaitu ke Bandung.

Disana ia tidak diijinkan keluar dari kota Bandung, selama di Bandung ia kembali membuka tempat praktik dokter. Selama tiga tahun tinggal di kota Bandung ia mengabdikan dirinya pada ilmu kedokteran.

Dengan sepeda onthelnya ia pergi keluar masuk kampung untuk mengobati para pasien. Di Bandung juga beliau bertemu dengan pemuda nasionalis yang lebih muda, seperti Soekarno.

Pada tahun 1923 Soekarno membentuk perkumpulan Algemeene Studie Club. Lalu Algemeene Studie Club berubah menjadi Partai Nasional Indonesia (PNI) pada tahun 1927.

Meskipun Tjipto Mangoenkoesoemo tidak menjadi anggota Algemeene Studie Club dan PNI secara resmi, beliau tetap diakui sebagai salah seorang yang berkontribusi besar dalam menyumbangkan ide untuk para generasi muda.

Contohnya saja saat Soekarno sedang di wawancara oleh pers tahun 1959. Kala itu Soekarno ditanya siapa diantara para tokoh pemimpin Indonesia yang paling banyak memberikan cara pandangnya dalam dunia politik, tanpa ragu-ragu Sukarno menjawab Dr. Cipto Mangun Kusumo.

Siapakah Agnes Ann Luisa?
Hobi membaca Cerita Horror?
Atau suka membaca Berita Viral?