Biografi Dari Sultan Hasanuddin

Blogtokohpedia – Biografi Dari Sultan Hasanuddin; Nah, kali ini kita melipir sebentar ke wilayah Sulawesi Selatan yuk! Yang kita bahas kali ini Pahlawan Nasional Indonesia dari tanah Sulawesi.

Dialah Sultan Hasanuddin. Orang Bugis-Makassar menyebutnya sebagai “Jangang Lakiya Battu Iraya”, Belanda menyebutnya “Haantjes van Het Oosten” dan kita bangsa Indonesia lebih mengenalnya dengan “Ayam Jantan dari Timur”.

Sultan Hasanuddin ini lahir di Makassar tanggal 12 Januari 1631. Ayahnya bernama Sultan Malikussaid, Raja Gowa ke-15, dan Ibu yang bernama I Sabbe To’mo Lakuntu.

Jiwa kepemimpinan beliau sudah terlihat dari kecil. Selain dikenal sebagai anak yang pintar, beliau juga mahir berdagang.

Sebab itulah beliau memiliki kerabat dagang yang luas dan bagus hingga Makassar, bahkan beberapa dengan orang asing juga.

Sejak kecil beliau mendapat pendidikan keagamaan di Masjid Bontoala. Dan beliau sudah aktif menghadiri berbagai pertemuan penting dengan ayahnya, dengan harapan beliau bisa belajar tentang diplomasi dan strategi perang.

Sudah beberapa kali beliau ditunjuk menjadi delegasi untuk mengirimkan pesan ke berbagai wilayah. Saat memasuki umur 21 tahun, beliau ditunjuk menjadi jataban urusan pertahanan Gowa.

Ada dua versi sejarah yang mencantumkan kapan beliau diangkat menjadi raja, yaitu pada saat berumur 24 tahun (1655) atau saat beliau berumur 22 tahun (1653).

Karena Sultan Malikussaid telah berwasiat agat kerajaannya diteruskan oleh Hasanuddin. Selain dari ayahnya, beliau belajar pemerintahan melalui Mangkubumi Kerajaan Gowa, Karaeng Pattingaloang.

Sultan Hasanuddin merupakan guru dari Arung Palakka, salah satu Raja Bone yang kelak akan bekerjasama dengan Belanda untuk menghancurkan Kerajaan Gowa.

Biografi Dari Sultan Hasanuddin: Menolak Monopoli Perdagangan Belanda

Saat sudah menjadi Sultan, beliau harus berhadapan dengan Belanda yang ingin menguasai rempah-rempah dan hasil perdagangan wilayah Timur Indonesia.

Belanda melarang seluruh kerajaan di Makassar untuk berdagang dengan musuh mereka. Beliau tetap memegang teguh prinsip dari ayah dan kakeknya, yang berpegang teguh bahwa hasil bumi dan lautan rakyat harus tetap digunakan bersama-sama.

Penolakan itulah yang membuat Belanda yang dipimpin oleh Cornelis Speelman menyerang kerajaan-kerajaan kecil di bagian Timur di Indonesia.

Meskipun beberapa bagian kerajaan beliau hancur, Belanda gagal menguasai Kerajaan Gowa karena armada lautnya yang sangat hebat.

Di samping itu, beliau tidak pernah berperang sendiri, beliau berhasil mengumpulkan kekuatan dengan kerajaan-kerajaan kecil disekitarnya.

Perang Makassar dan perang Belanda-Arung Palakka

Beliau kali ini tidak hanya berperang dengan Belanda, tapi juga harus melanjutkan peperangan dengan Kerajaan Bone yang sudah berlangsung sebelumnya.

Akibat kalah perang, banyak pasukan Kerajaan Bone yang menjadi tawanan Kerajaan Gowa. Sebagian dari mereka dipaksa bekerja untuk membangun benteng pertahanan untuk melawan Belanda.

Arung Palakka, salah seorang pangeran dari Kerajaan Bone, yang sedari kecil melihat kekejaman itu bertekad untuk membebaskan Kerajaan Bone dari tangan Sultan Hasanuddin.

Pada 1660, Arung Palakka berhasil membebaskan sebagian tawanan, tapi dia tetap gagal mengalahkan Sultan Hasanuddin. Dia akhirnya mundur dan ditawari untuk bekerjasama dengan Belanda guna mengalahkan Sultan Hasanuddin.

Arung Palakka berada dalam posisi kebingungan, dia sendiri muak dengan sifat keserakahan Belanda, tapi dia juga sangat ingin menatuhkan Kerajaan Gowa.

Setelah menyerang Kerajaan Gowa, dia menjadi buronan dan akhirnya melarikan diri ke Batavia pada 1663 dan memilih untuk bekerja sama dengan Belanda.

Awal peperangan dimulai pada tanggal 24 November 1666. Arung Palakka bersama dengan 400 pasukannya dikawal dengan 21 kapal Belanda beserta seribu pasukannya menuju Sulawesi.

Peperangan Sultan Hasanuddin melawan Belanda yang bekerjasama dengan Arung Palakka berakhir pada 18 November 1667.

Pertempuran yang dinamai Perang Makassar itu berhasil memaksa Sultan Hasanuddin untuk menandatangani perjanjian damai, yang dikenal sebagai Perjanjian Bungaya.

Akan tetapi, Kerajaan Gowa tidak tinggal diam karena merasa dirugikan dalam perjanjian tersebut. Akhirnya mereka kembali menyerang dan membajak kapal Belanda yang berujung Perang Makassar pada 12 April 1668.

Belanda dengan mudah mengalahkan pasukan Sultan Hasanuddin

“Sesungguhnya karena kesabaran rakyatku yang bersedia memberikan apa yang mereka inginkan dalam perjanjian Bungaya melalui aku, tapi mereka menghendaki jantungku, dan hati ini adalah martabat setiap manusia,” kata Sultan Hasanuddin saat akan menyetujui perjanjian tersebut.

“Bugis-Makassar adalah saudara, aku dan Raja Bone bukanlah musuh!” Itulah kalimat terakhir yang diucapkan Sultan Hasanuddin di saat menghembuskan nafasnya yang terakhir dalam keadaan sujud dan disaksikan seluruh penghuni Benteng Somba Opu waktu itu.

Kita semua saudara, sipakatauki, saling memanusiakanlah sipaikainge’ki, saling mengingatkanlah, sipakalebbi’ki, saling menghargailah, siri’ na pacce, lebih baik mati dengan kehormatan daripada hidup menanggung malu.

Teruslah tegakkan kebenaran untuk kemaslahatan umum tanpa pandang bulu, apapun yang terjadi sebagai sosok “Towarani”, ksatria pemberani yang sesungguhnya.

Yang ingin lebih tahu tentang mitos dan fakta yang ada di ranah masyarakat bisa ke sini ya.
Siapa Agnes Ann Luisa?